Dampak Modernisasi Terhadap Akulturasi Budaya

Posted: May 24, 2011 in Uncategorized

Oleh : Rina Khaerunnisa

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kebudayaan merupakan sistem ide atau gagasan yang dapat mempengaruhi tingkat pengetahuan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat. Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.

Kebudayaan luar dalam hal ini yaitu kebudayaan barat di Amerika sedangkan kebudayaan lokal yaitu kebudayaan di Indonesia pada umumnya. Secara tidak sengaja kebudayaan lokal mulai luntur perlahan-lahan oleh pengaruh kebudayaan barat yang cenderung bebas dan berkembang pesat. Maka dari itu kebudayaan lokal harus tetap dilestarikan sebagai jati diri suatu bangsa.

Dalam kehidupan bermasyarakat, perubahan sosial tidak bisa dielakkan lagi. Menurut Comte dan Spencer perubahan sosial bersifat linier yang senantiasa menuju ke arah kemajuan. Namun ada pula pandangan unilinier yang cenderung mengagung-agungkan masa lampau[1] (Wilbert E. Moore dalam Sunarto 1993:212). Terdapat beberapa teori modern mengenai perubahan sosial yakni teori modernisasi, teori ketergantungan, dan teori sistem dunia.

Teori modernisasi menganggap bahwa negara-negara terbelakang akan menempuh jalan sama dengan negara industri maju di Barat sehingga kemudian akan menjadi negara berkembang pula melalui proses modernisasi[2]. Teori ketergantungan, menurut teori ini perkembangan dunia tidak merata; negara-negara industri menduduki posisi dominan sedangkan negara-negara Dunia Ke tiga secara ekonomis tergantung padanya[3]. Teori sistem dunia, perekonomian kapitalis dunia kini tersusun atas tiga jenjang: negara-negara inti, negara-negara semi-periferi, dan negara-negara periferi[4]’ (Light et al dalam Sunarto 1993:215).

Jadi menurut teori, negara-negara yang dominan akan mempengaruhi negara-negara berkembang maka budaya luar secara tidak sengaja juga akan mempengaruhi budaya lokal.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka akulturasi budaya dalam modernisasi tidak dapat dihindarkan lagi pada dewasa ini. Oleh karena itu, kajian masalah yang akan dibahas dalam makalah ini yaitu:

  1. Bagaimana hubungan antarbudaya yang terjadi?
  2. Apa saja dampak akulturasi budaya dan bagaimana cara menanggulanginya?

Tujuan

Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas, maka tujuan dari makalah akhir ini yaitu :

  1. Mengetahui hubungan antarbudaya yang terjadi saat ini.
  2. Mengetahui dampak akulturasi dan cara mengatasi dampak negatif akibat akulturasi budaya

Manfaat

Manfaat dari makalah ini diharapkan dapat berguna menambah pengetahuan dan wawasan tentang akulturasi budaya dalam modernisasi, serta diharapkan dapat melestarikan kearifan budaya lokal agar tidak termarjinalkan oleh budaya luar.

PEMBAHASAN

Hubungan Antarbudaya

Suatu nilai-nilai bisa dianggap sebagai makna budaya jika semua orang dalam sebuah masyarakat memiliki pemahaman yang sama terhadap nilai-nilai tersebut. Menurut Engel, Blackwell dan Miniard (1995) sepuluh sikap dan perilaku yang sangat dipengaruhi oleh budaya yaitu kesadaran diri dan ruang; komunikasi dan bahasa; pakaian dan penampilan; makanan dan kebiasaan makan; waktu dan kesadaran akan waktu; hubungan keluarga, organisasi dan lembaga pemerintah; nilai dan norma; kepercayaan dan sikap; proses mental dan belajar; dan kebiasaan kerja[5].

Adapun unsur-unsur budaya yaitu nilai, norma, kebiasaan, larangan, konvensi, mitos, dan simbol. Nilai (values) adalah kepercayaan atau segala sesuatu yang dianggap penting oleh seseorang atau suatu masyarakat, contoh: laki-laki adalah kepala rumah tangga, menghormati orang yang lebih tua. Norma (norms) adalah aturan masyarakat tentang sikap baik dan buruk, tindakan yang boleh dan yang tidak boleh, contoh: peraturan lalu lintas. Kebiasaan (custom) adalah berbagai bentuk perilaku dan tindakan yang diterima secara budaya, contoh: perayaan atau tradisi keagamaan seperti pernikahan dan nujuh bulanan. Larangan (mores) adalah berbagai bentuk kebiasaan yang mengandung aspek moral, biasanya berbentuk tindakan yang tidak boleh dilakukan oleh seseorang dalam suatu masyarakat, contoh: berbagai larangan pamali seperti dilarang duduk di depan pintu. Konvensi (conventions) menggambarkan anjuran atau kebiasaan bagaimana seseorang harus bertindak sehari-hari, contoh: minum teh dan kopi selalu dengan gula, memanggil orang tua dengan sebutan mama atau papa. Mitos menggambarkan sebuah cerita atau kepercayaan yang mengandung nilai dan idealisme bagi suatu masyarakat, contoh: berbagai cerita rakyat seperti Malin Kundang, Sangkuriang, dll. Simbol adalah segala sesuatu (benda, nama, warna, konsep) yang memiliki arti penting lainnya (makna budaya yang diinginkan), contoh: bendera kuning simbol ada warga yang meninggal.

Bentuk hubungan antarbudaya dapat terjadi secara asimilasi, akomodasi, akulturasi, dan stratifikasi. Dalam konteks ini akulturasi merupakan bentuk hubungan yang terjadi, yakni adanya perpaduan budaya antara budaya yang satu dengan budaya yang lainnya. Adanya globalisasi yang menyebabkan modernisasi ditandai dengan pembangunan di segala bidang yang mengacu dari daerah barat. Pemodernisasian merubah pola pikir budaya dan munculnya kemajuan transportasi, telekomunikasi, dan teknologi. Media komunikasi modern memungkinkan jutaan orang di seluruh dunia berhubungan satu sama lain. Penggunaan media-media komunikasi modern mengalami peningkatan dari tahun ke tahun (Tabel Lampiran 1).

Dampak Akulturasi dalam Modernisasi

Modernisasi menyebabkan peradaban manusia ke arah yang lebih maju atau modern. Sains dan teknologi pun semakin lama semakin berkembang dengan ditemukannya inovasi-inovasi baru dan mutakhir. Inovasi-inovasi yang biasanya ditemukan oleh negara-negara barat kemudian diintroduksikan ke negara-negara berkembang seperti Indonesia. Lahirnya email, social network, dan internet memudahkan komunikasi di berbagai belahan dunia dan memperkuat interaksi antarbudaya. Selain itu pembangunan di segala bidang dapat mempermudah akses manusia dalam efektifitas dan efisienitas melakukan kegiatan. Contoh, pembangunan infrastruktur seperti lift dan eskalator dapat memudahkan manusia dalam beraktifitas. Dari segi ekonomi dan politik, keberhasilan negara-negara barat dalam mengelola dan mengembangkan negaranya memotivasi Indonesia menerapkan teori tersebut, sehingga dapat dikatakan sebagai sarana studi banding dan koreksi diri dengan tujuan memajukan bangsa dan mengentaskan kemiskinan yang ada di Indonesia.

Kemajuan akan kemodernisasian ternyata menimbulkan dampak negatif dibalik kemudahan yang dirasakan. Ketidaksesuaian budaya luar dengan budaya lokal dapat dilihat dalam hal berpakaian, mode pakaian barat cenderung terbuka sedangkan budaya lokal yang notebene daerah timur masih menerapkan kesopanan dalam berpakaian. Tapi lama kelamaan cara berpakaian barat itu mulai diterapkan kebudayaan lokal, terutama di daerah kosmopolitan seperti Jakarta. Tata krama kesopanan terhadap orang yang lebih tua serta nilai-nilai agama pun mengalami pergeseran, karena terjadi perubahan sikap dan nilai budaya. Modernisasi tidak merata, pembangunan cenderung sentralistik hanya di kota-kota besar sehingga mengakibatkan ketimpangan struktural antara daerah berkembang dengan daerah yang terbelakang. “…Kemajuan teknologi dan proses industrialisasi di Indonesia kurang cepat disusul oleh sikap dan konsep pengembangan SDM….” (Sunario 1999:82). Hal ini menyebabkan perkembangan ekonomi dan politik di Indonesia jauh tertinggal, ditambah lagi ada ketidakcocokan teori misalnya teori kapitalisme yang sukses diterapkan di negara barat tapi malah menimbulkan kesengsaraan rakyat bila diterapkan di negara kita. Subjek atau pribadi yang terlibat akibat modernisasi menjadi lebih kosmopolit, komersialistik, dan individualistik. Budaya Indonesia yang dulunya ramah-tamah, gotong royong dan sopan berganti dengan budaya barat, misalnya pergaulan bebas. “…secara tidak sadar ternyata liberalisme, kapitalisme, materialisme, dan positivisme telah mencabut jati diri kita dari cara berfikir bangsa” (Wakhinuddin 2003). Kita terlena karena berbaurnya kebudayaan barat dengan perilaku negatif budaya bangsa, yang tampak dari perilaku korupsi, kolusi, nepotisme, penyederhanaan masalah, dan egois. Hal ini yang pada akhirnya melahirkan reformasi.

Dampak negatif akulturasi dapat dihindari atau ditanggulangi dari diri sendiri dan lingkungan. Dari diri sendiri, seharusnya subjek menerapkan kesadaran untuk dapat menentukan mana yang baik dan yang buruk sesuai norma yang berlaku. Keimanan dan ketakwaan individu harus diperkokoh dengan agama yang kuat. Sikap lebih mencintai produk dalam negeri dapat mencegah tergerusnya eksistensi dan kearifan budaya lokal. Mempelajari serta memahami kebudayaan tidak kalah pentingnya agar budaya kita tidak diambil oleh negara lain. “Dari pengaruh lingkungan, eksistensi budaya mereka sendiri tidak akan hilang asal diketahui bagaimana dan kapan memperlakukan kedua jenis budaya tersebut dengan sebaik-baiknya dan seadil mungkin” (Sutrisno 1998) . Budaya global tidak boleh menindas budaya sendiri, sedangkan budaya lokal tidak boleh mengisolasi diri. Pemerintah Republik Indonesia dalam menghadapi era globalisasi telah merencanakan peningkatan kualitas SDM yang tertuang dalam GBHN 1998[6]. Pemerintah juga harus mendukung pengembangan potensi budaya lokal dengan memberikan sarana-sarana penunjang seperti museum sebagai bukti sejarah atau pementasan tari dan sejenisnya. Masuknya budaya luar harus melalui proses seleksi dalam hal kesesuaian dengan budaya timur. “Kita boleh menjadikan Amerika sebagai model dan bukan mengekor karena perbedaan situasi dan kondisi dari kedua negara tersebut” (Rochmat 2003).

Kesimpulan

Modernisasi menyebabkan peradaban manusia ke arah yang lebih maju. Inovasi-inovasi mutakhir yang biasanya ditemukan negara-negara barat kemudian diintroduksikan ke negara berkembang seperti Indonesia. Proses akulturasi menyebabkan perubahan unsur-unsur budaya seperti nilai, norma, kebiasaan, larangan, konvensi, mitos, simbol. Ada pergeseran nilai kebudayaan sehingga cenderung lebih bebas. Untuk menghindari hal-hal negatif akibat akulturasi diperlukan kesadaran diri sendiri dan lingkungan agar dapat menyeleksi mana yang baik dan mana yang buruk.

DAFTAR PUSTAKA

Budaya. 2010. Budaya. (terhubung berkala) http://id.wikipedia.org/wiki/Budaya (diunduh 12 November 2010)

Budiono A. 2003. Globalisasi dan pengembangan kesenian rakyat suatu pengahampiran awal. Dalam: Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. No. 040.

Harun CZ. 2003. Peningkatan kualitas sumber daya manusia melalui pendidikan merupakan kunci keberhasilan suatu lembaga di era globalisasi dan otonomi daerah. Dalam: Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. No. 041.

Mugniesyah SS. 2010. Media Komunikasi dan Komunikasi Massa. Dalam: Hubeis AVS, editor. Dasar-dasar Komunikasi. Bogor: SKPM IPB Press.

Rochmat S. 2003. Masyarakat madani: dialog Islam dan modernitas di Indonesia. Dalam: Jurnal Pendidikan dan Kebudayaaan. No. 041.

Sumarwan U. 2002. Perilaku Konsumen Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Bogor: Ghalia Indonesia.

Sunario ASS. 1999. Masyarakat Indonesia Memasuki Abad ke Dua Puluh Satu. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Sunarto K. 1993. Pengantar Sosiologi. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia.

Sutrisno S. 1998. Eksistensi budaya daerah dalam era globalisasi. Dalam: Jurnal Penelitian. Malang: Lembaga Penelitian Universitas Merdeka Malang.

Wakhinuddin S. 2003. Pembentukan peradaban bangsa melalui pengajaran multietnik dalam era reformasi. Dalam: Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan. No. 041.

LAMPIRAN

Tabel Lampiran 1. Posisi Indonesia dalam akses terhadap media komunikasi global per 1000 orang pengguna.

  Sambungan    Pengguna     Pengguna Rangking Indeks
NO Negara      Telepon       Seluler      Internet Pembangunan Manusia
1990 2002 1990 2002 1990 2002 (IPM)
1 Norwegia 508 734 46 844 7.1 502.6 1
2 Jepang 441 558 7 637 0.2 448.9 9
3 Singapura 346 463 17 796 0 504.4 25
4 Brunei D 136 256 7 401 0 102.3 33
5 Malaysia 89 190 5 377 0 319.7 59
6 Thailand 24 105 1 260 0 77.6 76
7 Filipina 10 42 0 191 0 44 83
8 Indonesia 6 37 (.) 55 0 37.7 111
9 Vietnam 1 48 0 23 0 18.5 112

Sumber: UNDP 2004. Human Development Report 2004. Cultural Liberty in Today’s Diverse World. New York: Hoechstetter Printing Co[7].


[1] Dinamakan “primitivisme”, masyarakat berkembang ke arah kemunduran.

[2] Teori ini menganggap masyarakat-masyarakat yang belum berkembang perlu mengatasi berbagai kekurangan dan masalahnya sehingga dapat mencapai tahap “tinggal landas” ke arah perkembangan ekonomi.

[3] Negara-negara Dunia Ke tiga mengacu pada mayoritas masyarakat dunia yang pernah dijajah negara-negara Barat dan yang masyarakatnya kebanyakan hidup dari pertanian.

[4] Negara-negara inti terdiri atas negara-negara Eropa Barat yang sejak abad enam belas mengawali proses industrialisasi dan berkembang pesat, negara-negara semi-periferi merupakan negara-negara di Eropa Selatan yang menjalin hubungan dagang negara-negara inti dan secara ekonomis tidak berkembang. Negara-negara periferi merupakan kawasan Asia dan Afrika yang semula merupakan kawasan ekstern karena berada di luar jaringan perdagangan negara-negara inti tapi kemudian melalui kolonisasi ditarik ke dalam sistem dunia.

[5] Seperti yang dikutip oleh Ujang Sumarwan, Perilaku Konsumen Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran (Bogor: Ghalia Indonesia, 2002)

[6] Yang berbunyi : “Peningkatan kualitas SDM sebagai pelaku utama pembangunan yang mempunyai kemampuan memanfaatkan, mengembangkan, serta menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi dan tetap dilandasi oleh motivasi serta kendali keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa”.

[7] Seperti yang dikutip oleh Siti Sugiah Mugniesyah, Dasar-Dasar Komunikasi: Media Komunikasi dan Komunikasi Massa (Bogor: Sains KPM IPB Press, 2010), hal.309.

Leave a comment